Jakarta - Pameran bergengsi Eurosatory memang selalu mendatangkan kejutan. Dalam wawancara media Sputnik dengan Direktur Rosoboronexport Anatoly Isaykin, terungkap bahwa perusahaan mampu mencapai rencana-rencana bisnisnya dan memenuhi target 2016 sebesar 13 miliar dolar AS, tanpa adanya keterlambatan pengantaran ke negara pemesan.
Yang mencengangkan, Anatoly Isaykin sedikit memberikan bocoran bahwa Rosoboronexport sudah mulai melakukan pekerjaan pra-kontrak untuk penjualan kapal selam diesel elektrik kelas Varshavyanka Class (Project 636) atau yang populer dikenal sebagai Improved Kilo Class.
Walaupun begitu, sebenarnya terdapat sedikit ambiguitas terkait berita ini, karena kemudian disebutkan bahwa pekerjaan pra-kontrak ini adalah didasarkan pada pernyataan resmi dari pejabat Kementerian Pertahanan, atau belum ada suatu dokumen resmi yang memang menyatakan bahwa Indonesia berniat akan membeli kapal selam ini. Isu mengenai pembelian Project 636 memang sudah berhembus kencang sejak September 2007.
Project 636 merupakan modernisasi dari Project 877EKM Kilo dan menawarkan kecepatan dan durasi misi di laut lepas, berkat pemasangan dua plug sepanjang 600mm sebuahnya sehingga mesin yang bertenaga bisa dipasang. Kemampuan selamnya mencapai 300 meter dan meluncur dengan kecepatan 20 knot di kedalaman, serta mampu berpatroli sampai 10.000km.
Project 636 dikabarkan memiliki kesenyapan yang tinggi, bahkan terhitung terbaik untuk kelas diesel-elektrik. Kapal selam ini mampu dilengkapi enam tabung torpedo kaliber 533mm dan mampu membawa total 18 torpedo, atau 24 ranjau antikapal.
Indonesia saat ini memang tengah giat membangun kekuatan bawah permukaannya, mengingat KRI Cakra dan Nanggala sudah berusia tua. Secara hitungan ideal, minimal TNI AL memiliki 12 kapal selam. Tiga kapal selam kelas Chang Bo Go (CBG) yang merupakan versi lisensi dari U-209 Jerman sudah dibeli dari Korea Selatan dan satu sudah memasuki fase uji laik laut, dimana Indonesia meraih transfer teknologi yang berarti dengan kapal selam yang ketiga dibuat oleh PT PAL Surabaya.
Nah terkait transfer teknologi memang menjadi suatu hambatan bagi produk Rusia karena Indonesia cenderung beli ngeteng. Namun begitu, harus dicatat bahwa Rusia pun mau berinvestasi di Indonesia dalam bentuk proyek rel kereta api trans Kalimantan, belum lagi niatan perusahaan Rusia membangun proyek seperti smelterdan yang terbaru, reaktor nuklir yang dibuat Rosatom.
Apabila proyek-proyek ini dapat di-trade off dengan kewajiban transfer teknologi, bukan tidak mungkin keran alutsista Rusia akan mengucur deras. (SMID Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar