Jerman - Kendaraan tempur infanteri Jerman Puma, selama ini dianggap sebagai salah satu kendaraan lapis baja terbaik di dunia. Tetapi kabar terakhir menyebutkan kendaraan canggih itu rentang terhadap air hujan.
Puma, kebanggaan angkatan bersenjata Jerman dirancang untuk menggantikan IFV Marder.
Hanya saja kendaraan baru ini memiliki cacat kecil tapi berpotensi berbahaya yakni tidak kedap air.
Menurut surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung, tempat masuk personel di atas kenaraan tidak dapat tertutup rapat, sehingga jika terjadi hujan deras maka air akan masuk kompartemen.
Rheinmetall AG, yang menangani pembuatan Puma bersama-sama dengan Krauss-Maffei Wegmann, menyatakan bahwa “dalam penggunaan kondisi nyata telah ditemukan bahwa jalur masuk dari atap kendaraan tempur infanteri Puma membutuhkan perbaikan.”
Perusahaan harus mengembangkan perangkat isolasi baru dan mulai menginstal pada kendaraan yang rusak awal musim semi ini. Perusahaan mengklaim bahwa masalah telah diselesaikan.
Swedia - Sebuah perdebatan telah dimulai di Swedia tentang nasib armada tempur Gripen C/D setelah keputusan untuk membeli model terbaru Gripen E/F yang lebih canggih. Rencana untuk mempensiun armada C/D dinilai sebagai langkah yang tidak tepat dan akan membahayakan keamanan negara tersebut.
Di satu sisi pesawat model lama masih sangat layak terbang. Robert Dalsjö, ahli dari Ilmu Perang Royal Swedish Academy mengatakan Gripen C / D memiliki rata-rata usia tujuh tahun dan hanya segelintir pesawat telah terbang lebih dari 1.000 jam. “Pesawat tempur ini dirancang untuk 8.000 jam terbang dan di dunia Barat digunakan selama 30 dan 40 tahun,” tulis Dalsjö harian nasional Swedia Svenska Dagbladet.
Setelah dana yang begitu besar diinvestasikan untuk Gripen C / D Dalsjö berpendapat bahwa akan menjadi pembakaran uang rakyat jika pesawat itu kemudian dipensiun dini.
Swedia saat ini memiliki 97 Gripen C / D yang ditemptkan di tiga pangkalan udara utama yakni Ronneby (tenggara), Såtenäs (tengah) dan Luleå-Kallax (utara) dengan sebagian di di lokasi pemeliharaan sehingga saat ini sekitar 87 pesawat diputar operasional antara unit.
Pemerintah Swedia memutuskan untuk membeli 60 Gripen Gripen E / F yang lebih besar dan mampu dalam waktu dekat dengan Brasil direncanakan akan mendapatkan 36 pesawat serupa bekerja sama dengan Embraer Brasil.
Gripen E/F dengan payload lebih berat dan fitur lebih baru akan meningkatkan kesiapan dan kekuatan Angkatan Bersenjata Swedia. Hanya saja jumlah 60 pesawat terbang secara keseluruhan dianggap rendah untuk wilayah negara Skandinavia yang luas.
Angkatan Udara Swedia harus melindungi, membela dan – jika perlu – menyerang maksimal hanya dengan 15 pesawat operasional di tiga pangkalan udaranya. Sisa 15 pesawat kemungkinan akan berada dalam cadangan.
Jumlah sangat rendah ini secara serius akan membatasi reaksi Swedia jika ada krisis internasional, misalnya ketika Rusia meningkatkannya kehadiran sudah cukup terlihat di daerah Laut Baltik.
Selama abad terakhir SAAB membangun 329 pesawat tempur Viggen untuk Angkatan Udara Swedia. Dari jumlah itu 85 dari mereka sepenuhnya multirole dan dianggap jumlah minimum untuk menjaga Swedia aman.
Ketegangan yang meningkat di Eropa terkait aktivitas Rusia telah terjadi. Swedia perlu khawatir dengan hal ini, bahkan ketika datang mereka “dilindungi” oleh tetangganya. Sebanyak 55 F / A-18 dimiliki Angkatan Udara Finlandia yang meupakan tetangga yang baik. Tetapi selama situasi perang mereka mungkin tidak akan menjadi lawan seimbang untuk kekuatan udara Rusia.
Hal yang sama berlaku untuk F-35A Angkatan Udara Norwegia. Negara ini hanya berencana membeli segelintir pesawat siluman itu yang direncanakan melayani sebagai Norwegia QRA di Pangkalan Udara Eveness di utara dan kekuatan utama lebih jauh ke selatan di Orland Pangkalan Udara dekat Trondheim.
Tidak seperti Norwegia, Swedia bukan anggota NATO dan presiden Amerika Serikat masa depan mungkin tidak mempertimbangkan untuk datang membantu Swedia ketika ada masalah.
Menjaga armada campuran dari 60 Gripen E / F dan katakanlah 30 sampai 60 Gripen C/D tampaknya masuk akal untuk Angkatan Udara Swedia, baik dari segi keuangan dan strategi militer.
Perdebatan untuk menjaga Gripen C/D untuk terbang selama bertahun-tahun yang akan datang baru saja dimulai. Apa pun hasilnya, banyak Swedia semakin khawatir dengan keselamatan negara mereka. Dan itu biasanya bahan bakar bagi pengambil keputusan untuk menimbang opsi lain.
Moskow - Semua kendaraan lapis baja Rusia akan terlindung dari senjata tandem dengan bantuan slat armor.
Surat kabar Rusia Izvestia sebagaimana dikutip Sputnik Minggu 21 Agustus 2016 melaporkan, juga dikenal sebagai bar armor, cage armor and standoff armor, slat armor dirancang khusus untuk melindungi kendaraan lapis baja terhadap serangan roket peluncur granat anti-tank.
“Keputusan pengembangan dan penggunaan selanjutnya dari slat armor telah dibuat”, kata sumber Kementerian Pertahanan Rusia sebagaimana dikutip Izvestia.
Dia menambahkan bahwa Kementerian Pertahanan Rusia saat ini sedang mempertimbangkan jenis slat armor yang dibutuhkan untuk kendaraan lapis baja generasi baru yang diproduksi untuk Angkatan Bersenjata Rusia.
Selain tank T-14 Armata, seluruh kendaraan lapis baja state-of-the-art Rusia diharapkan akan dilengkapi dengan slat armor.
Kendaraan tersebut termasuk kendaraan tempur infanteri Kurganets-25, yang kendaraan personel lapis baja Bumerang, sistem robot multi-misi Platforma-M, kendaraan tempur infanteri Dragun, kendaraan lapis baja tracked Taifun, kendaraan lapis baja roda Ural-VV dan sistem peluncuran roket Tornado.
Slat armor mengambil bentuk grid logam slatted kaku dipasang di sekitar bagian kunci dari kendaraan, seperti mesin dan transmisi.
Grid akan menahan ledakan sehingga mencegah peledakan optimal terjadi pada bagian inti tank. Di Rusia, slat armor telah dikembangkan oleh Steel Scientific Research Institute.
“Efisiensi Slat armor adalah lebih rendah dari perlindungan dinamis, tapi slat armor jauh lebih mudah [untuk dihasilkan] dan lebih murah. Grid logam ini membantu melindungi peralatan militer dari granat kumulatif, terutama selama pertempuran perkotaan saat [kendaraan dapat ditembaki] dari segala arah,” kata perwakilan perusahaan Yevgeny Chistyakov.
Perlu dicatat bahwa meskipun armor slat efektif terhadap rudal, itu tidak menawarkan perlindungan lengkap, mengingat bahwa sekitar 50 persen dari dampak rudal tetap terlepas dari desain slat.
Inilah sebabnya mengapa solusi yang kompleks harus diambil ketika datang untuk melindungi kendaraan lapis baja.
Moskow - Ingat tentang semua masalah dan biaya yang menimpa pada F-22 Raptor? Banyak yang mengatakan itu adalah penyakit Amerika. Sekarang Rusia tampaknya telah tertular dengan penyakit itu.
Pada pertengahan 2016 Rusia mengakui bahwa angkatan udara akan akan memilih untuk upgrade Su-27/30-an daripada menunggu jet tempur siluman generasi kelima PAK-FA / T-50. Beberapa T-50 akan digunakan oleh Angkatan Udara Rusia tetapi tidak dalam jumlah besar.
Keputusan juga diambil India yang memiliki keterkaitan dengan T-50 yang akan dijadikan dasar pembangunan jet tempur generasi kelima mereka. India memutuskan untuk mengupgrade 194 Su-30MKI mereka dengan beberapa fitur T-50.
Meski pejabat India mengatakan pengembangan jet tempur generasi kelima akan jalan terus, sulit untuk menutupi bahwa keputusan upgrade yang akan menghabiskan dana besar sebagai gambaran ada masalah dalam jet tempur generasi kelima yang dikembangkan Rusia.
Angkatan udara India semakin ragu-ragu tentang seberapa cepat T-50 akan siap, berapa harganya dan seberapa efektif pesawat tersebut. Upgrade Su-30MKI akan mencakup pemasangan teluk bom internal, “super-cruise” (kemampuan untuk melakukan perjalanan pada kecepatan supersonik tanpa menggunakan afterburner) dan upgrade elektronik yang akan mencakup peningkatan sensor dan kontrol kokpit agar lebih efisien.
Semua ini membuat Su-30MKI akan lebih stealthier karena akan dapat menggunakan radar pasif (penginderaan panas) dan rudal jarak jauh.
Ini juga merupakan karakteristik dari pesawat stealth. Semua ini akan menelan biaya sekitar US$42 juta per pesawat. Ini akan memberi India apa yang disebut sebagai jet tempur generasi 4,5 yang tetap masih dibawah generasi ke-5 T-50.
Pada akhir 2015 masih ada nada optimis. Kala itu kepala angkatan udara Rusia mengumumkan bahwa jet tempur T-50 mereka telah melewati semua tes penerbangan dan sekarang diperkirakan untuk masuk layanan pada tahun 2017.
Hal ini mengejutkan karena sebelumnya Rusia mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi jumlah produksi T-50 yang akan dibangun pada akhir dekade dari 52 hanya menjadi 12 pesawat saja.
Rusia sudah memiliki lima model pengembangan T-50 yang terbang, meskipun satu rusak karena terbakar. Rusia tidak menyebutkan alasan khusus kenapa mereka mengurangi jumlah pesawat yang akan dibeli. Namun para pejabat Angkatan Udara India telah mengkritik kemajuan program T-50 sejak 2015.
Pesawat ini dirancang sebagai jawaban Rusia untuk F-22 AS dan menurut India, yang telah memberikan kontribusi US$300 juta (sejauh ini) untuk pengembangan T-50 melalui perjanjian tahun 2007 berhak untuk memiliki akses ke rincian teknis. Rusia dituduh menolak untuk memberikan update perkembangan sesering dan sedetail yang India harapkan.
India tahu dari pengalaman bahwa ketika Rusia bungkam tentang proyek militer biasanya hal itu karena ada masalah buruk dan Rusia lebih suka tidak berbagi.
Rusia telah mencoba untuk menyembunyikan masalah T-50 sejak 2013, ketika pilot India dan pakar penerbangan memiliki kesempatan untuk memeriksa kemajuan Rusia dan mencatat bahwa T-50 tidak dapat diandalkan. Radar Rusia, yang menjanjikan begitu banyak kemampuan menurut India, tidak memiliki kinerja cukup. India juga mencatat bahwa fitur siluman T-50 tidak memuaskan. Tetapi Rusia menegaskan semua itu hanya salah paham.
Pada awal tahun 2015 Rusia yang menggambarkan T-50 sebagai pesawat spesialis yang akan dibangun dalam jumlah kecil. Ini adalah apa yang Amerika Serikat akhirnya lakukan dengan F-22, yang mulai beroperasi pada tahun 2005.
Keputusan itu dipicu oleh masalah pembangunan dan harga akhir per pesawat yang dianggap (oleh Kongres) terlalu tinggi. F-35 yang dirancang lebih murah bergerak ke arah yang sama meskipun F-35 diuntungkan dari pengalaman F-22.
Harga F-35 akan terus turun seiring jumlah pesawat yang dibeli tingi. Sementara hanya dengan 195 F-22 yang dibangun, lebih dari sepuluh kali dari F-35 yang akan dibangun. Tapi itu kurang dari jumlah yang direncanakan.
Awalnya 750 F-22 direncanakan dilahirkan, dengan tidak ada ekspor. F-35 untuk diekspor dan diharapkan bahwa 1.000 atau lebih akan dijual di luar negeri. Namun meningkatnya biaya pengembangan dan produksi menyebabkan penurunan pesanan AS dan asing.
T-50 adalah pesawat tempur 34 ton yang lebih bermanuver dari 33 ton Su-27 yang akan digantikan. T-50 dijanjikan memiliki sistem elektronik jauh lebih baik, kemampuan siluman dan dapat cruise di atas kecepatan suara.
Rusia menjanjikan kehidupan pesawat tempur pada 6.000 jam terbang dan mesin yang baik untuk 4.000 jam. Rusia menjanjikan avionik kelas dunia, ditambah kokpit sangat ramah pilot.
Penggunaan pendorong kuat dan fly-by-wire akan menghasilkan sebuah pesawat yang diyakini akan lebih bermanuver dari Su-30 yang telah sangat tangkas.
Masalah yang dihadapi India adalah bahwa tidak ada perbaikan yang menjadikan mereka layak untuk memberikan investasi tambahan.
Biaya T-50 setidaknya 50 persen lebih tinggi dibandingkan Su-27. Itu akan menjadi sekitar US$ 60 juta.
T-50 tidak dimaksudkan untuk menjadi pesaing langsung F-22 karena pesawat Rusia tidak stealth. Tetapi jika manuver dan elektronik canggih sesuai janji, pesawat akan menjadi lawan tangguh untuk setiap jet tempur selain F-22.
Jika T-50 dijual harganya akan di bawah $ 100 juta dan akan memiliki banyak pembeli. Tapi kelihatannya T-50 akan lebih mahal. Untuk saat ini T-50 dan J-20 (dan J-31) China adalah satu-satunya pesaing potensial untuk F-22 yang dalam pembangunan.
Seperti F-22, biaya pengembangan T-50 juga meningkat, dan sepertinya T-50 akan menjadi setidaknya US$120 juta per unit (termasuk bagian dari biaya pembangunan). Tetapi harga ini hanya bisa dicapai jika 500 atau lebih pesawat yang diproduksi. Rusia awalnya berharap untuk membangun sebanyak 1.000 T-50.
F-22 sangat mahal karena hanya dibangun sedikit. Pengembang Amerika sekarang sedang mencari cara untuk menerapkan kemampiuan siluman dan teknologi lainnya dari Raptor, untuk pengembangan UAV tempur.
Dengan demikian, pada saat T-50 memasuki layanan dalam jumlah besar pada tahun 2020-an itu mungkin sudah dibuat usang oleh pesawat tempur tanpa awak siluman yang lebih murah.
Amerika Serikat, Rusia, dan China semua bekerja pada penerapan teknologi stealth untuk UAV tempur. Dengan demikian produsi massal pesawat tempur generasi ke-6 tak berawak mungkin akan menjadi jet tempur terbaru.
T-50 terbang untuk pertama kalinya pada bulan Januari 2010, 13 tahun setelah F-22 melakukannya. Setelah T-50 terbang itu diyakini bahwa 70 model produksi pertama akan dipesan pada tahun 2016 dan akan disampaikan pada akhir dekade ini.
Jumlah pesanan kemudian dikurangi menjadi 52 dan dan kemudian dipangkas jadi 12. Beberapa prototipe itu harus diserahkan kepada Angkatan Udara Rusia atau pengujian tapi itu belum juga dilakukan.
Banyak pihak memastikan T-50 hampir tidak siluman seperti F-22, atau bahkan F-35 atau B-2. Rusia tampaknya akan menekankan manuver bukan siluman. India ingin lebih siluman dan akan lebih memilih pesawat dua kursi.
Masalah dengan mesin dan elektronik defensif T-50 terbukti sulit untuk dipecahkan. Hal ini menempatkan T-50 pada posisi kerugian besar dibanding F-22 atau F-35, yang mencoba untuk mendeteksi pesawat musuh pada jarak jauh, tanpa melihat, dan kemudian menembakkan rudal dipandu radar (seperti AMRAAM). Masalah ini tampaknya alasan utama untuk penundaan pesawat tersebut.
Rusia ingin mengekspor pesawat tempur generasi kelima ini ke India dan pelanggan asing lainnya. Dengan partisipasi India, Rusia sekarang memiliki dana miliaran dolar yang diperlukan untuk melaksanakan program pembangunan T-50.
India tidak hanya memberikan kontribusi uang tunai, tetapi juga teknologi dan kemampuan manufaktur. China tidak mungkin menjadi pembeli karena mereka memiliki dua desain pesawat siluman dalam pengembangan dan telah terbang.
Sementara India seperti telah berubah arah dengan memutuskan untuk upgrade besar-besaran pada armada Su-30MKI mereka. Di sisi lain Rusia juga telah mengatakan mempersiapkan masa depan penuh Su-30. Jadi semakin menunjukkan secara jelas bahwa T-50 memang ada masalah.
Moskow - Self-propelled heavy mortar carriers dioperasionalkan oleh hampir semua angkatan darat modern. Dipasang pada kendaraan lapis baja ringan, senjata ini dapat memberikan pemboman berat dan cepat dengan shell 120 milimeter.
Angkatan Darat Amerika Serikat menempatkan meriam 120-milimeter di kendaraan roda Strykers (M1129) dan kendaraan tracked M113 (disebut sebagai M1064). Sementara Rusia menempatkan self-propelled 120 milimeter yang dikenal sebagai 2S9 NONA.
Tetapi Rusia juga menempatkan mortir raksasa 240 milimeter yang dikenal sebagai 2S4 Tyulpan (Tulip) yang menjadi sistem mortar terbesar yang digunakan saat ini
Pertanyaannya kenapa mempekerjakan mortar raksasa dengan kisaran yang relatif pendek?
Ada sejumlah jawaban dari pertanyaan itu. Pertama digunakan untuk menghancurkan benteng dan posisi defensif yang keras. Benteng Israel di Dataran Tinggi Golan dan Terusan Suez, gua mujahidin di Afghanistan, dan bandara yang dipertahankan oleh Angkatan Darat Ukraina semuanya telah terkena mortir M240.
Jawaban kedua adalah untuk menghancurkan kota. Bangunan apartemen di Grozny, Beirut dan Homs telah menjadi korban dari senjata ini.
Kita akan membahas bagaimana keangkeran dari 2S4 ini dengan melihat pada kendaraan dan senjata utamanya.
Dengan berat 30 ton 2S4 yang membawa mortar berat M240 dipasang pada chassis kendaraan tracked GMZ yang digunakan dalam berbagai sistem senjata self-propelled lainnya. Memiliki sembilan awak (empat operator kendaraan dan lima penembak) dilindungi hingga dua puluh milimeter lapis baja yang akan mampu mengadang serangan senjata kecil dan pecahan mortar. Setiap tembakan membuat seluruh kendaraan seperti lonceng raksasa.
Kendaraan ini dapat menembakkan proyektil F864 221 pound yang memiliki daya ledak tinggi. Dengan dibantu roket proyektil bisa menjangkau hingga dua puluh kilometer. Namun, tingkat tembakan M240 hanya satu tembakan per menit.
Tidak seperti tembakan dari howitzer, mortir terjun ke bawah pada lintasan vertikal sehingga efektif untuk melintas dinding benteng, di sisi yang jauh dari pegunungan dan menusuk melalui atap bangunan.
Mortir M240 dapat menembakkan berbagai tembakan dengan tujuan khusus. Concrete-piercing shells dirancang untuk menghancurkan bunker, sementara proyektil pembakar Sayda untuk membakar bangunan. Sebuah shell 3B11 nuklir juga ada. 2S4 ditempatkan di brigade artileri nuklir tingkat tinggi selama Perang Dingin.
Baru-baru ini, di Suriah teridentifikasi keberadaan mortar M240 yang menembakkan amunisi tandan. Sebuah 3O8 Nerpa shell cargo diidentifikasi menghantam sebuah sekolah di sesi di pinggiran kota Damaskus.
2S4 juga dapat menembakkan Smel’chak (Daredevil) shell 276-pound, yang dipandu oleh laser yang terpisah. Sedikit informasi di Afghanistan menggambarkan menggunakan Smel’chak untuk menjatuhkan morir tepat di atas dinding benteng dan pintu masuk gua yang diperkuat.
Tembakan Daredevil menawarkan kemampuan yang signifikan untuk mencapai target poin setelah satu atau dua tembakan, meskipun sistem penargetan membutuhkan kondisi atmosfer yang optimal.
Tentara Suriah saat ini menggunakan mortar M240 towed atau diderek untuk mengepung kota yang dikuasai pemberontak. Senjata ini dilaporkan digunakan secara membabi buta di kota Homs yang sempat mendapat perhatian media yang luas pada tahun 2012. (Klaim bahwa kendaraan 2S4 yang digunakan tampak tidak akurat.)
Sebelumnya, mortir ini juga menjadi momok menakutkan karena membunuh ratusan orang ketika membombardir Beirut selama tahun 1980 ketika mortar bisa menembus atap beton yang digunakan oleh bangunan di kot tersebut. Mesir juga dipercaya untuk mempertahankan M240 towed .
Rusia hanya mempertahankan satu batalion aktif dengan delapan 2S4 dalam pelayanan, dengan lebih dari empat ratus beada dalam cadangan. Pada tahun 2000, Tyulpans memainkan peran penting dalam pengepungan Grozny dalam perang Chechnya kedua yang secara sistematis “meratakan” kota dari jauh.
Sebanyak 127 target dilaporkan hancur oleh tembakan Daredevil. Total tentara Rusia diklaim telah membunuh 1.500 pejuang separatis di Grozny dalam pengepungan yang diyakini telah menewaskan warga sipil yang jumlahnya mencapai 16 kali dari pemberontak.
Tidak seperti sistem artileri Rusia lainnya, 2S4 itu tidak diekspor dalam Pakta Warsawa, dengan pengecualian dari sejumlah kecil kendaraan singkat melayani di tentara Ceko.
Anehnya, 2S4 terlihat di Ukraina pada Juli 2014. Setidaknya empat mortir dilaporkan digunakan untuk mendukung separatis.
Tyulpans juga menjadi teror ketika pengepungan dua titik penting yakni bandara Luhansk dan Donetsk pada tahun 2014. Pemboman meruntuhkan terminal bandara, memaksa pasukan Ukraina mundur dari posisi yang telah dipertahankan selama satu bulan.
Menteri Pertahanan Ukraina Valery Gelety bahkan awalnya mengklaim pada September bahwa 2S4 telah melabrak bandara Luhansk dengan senjata nuklir taktis. Dia kemudian menyatakan bahwa hal itu mengacu kemampuan kendaraan menyebarkan senjata nuklir.
2S4 tidak memiliki tandingan setara di militer Barat. Hal ini karena tugas utama menghancurkan target keras akan dilakukan dari udara menggunakan amunisi presisi-dipandu seperti JDAM. Tentu saja, keuntungan dari sistem berbasis darat adalah mereka dapat menembakkan secara berkelanjutan dari waktu ke waktu dan kemampuan untuk beroperasi ketika kekuatan udara tidak tersedia.
Sayangnya, karakteristik praktis juga telah memungkinkan penggunaan mortir M240 akan membawa korban sipil.
Wartawan Paul Conroy yang ada saat pengepungan Homs mengatakan “Aku berbaring di sana dan mendengarkan salvo dari tiga mortir tersebut diluncurkan pada suatu waktu, 18 jam sehari, selama lima hari”.
China - Duta besar China untuk Jepang memperingatkan bahwa Beijing tidak akan mengakui permintaan untuk melepaskan kedaulatan mereka pada Laut Cina Selatan bahkan jika itu berarti kedua negara harus berperang.
Pada hari Sabtu 21 Agustus 2016, sumber-sumber diplomatik menegaskan bahwa China ternate telah mengeluarkan peringatan keras ke Tokyo pada akhir Juni lalu yang menuntut Jepang menahan diri dari pengiriman Pasukan Bela Diri untuk bergabung dengan operasi menguji kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan bersama Amerika Serikat.
Sebagaimana dikutip Sputnik Sabtu, Duta Besar China Cheng Yonghua kala itu mengatakan kepada Tokyo bahwa Jepang akan “menyeberangi garis merah” jika kapal perang mereka mengambil bagian dalam kebebasan operasi navigasi,. Cheng mengancam aksi militer jika Jepang tidak mematuhi ultimatum tersebut
Peringatan itu datang dua minggu sebelum putusan Pengadilan Arbitrase yang memenangkan gugatan Filipina yang menolak klaim China atas wilayah Laut China Selatan. China mengecam dan menolak keputusan itu.
Tokyo terus memberikan tekanan pada Beijing atas putusan arbitrase, meskipun negara tersebut tidak terlibat langsung dalam konflik.
Iran - Presiden Iran Hassan Rouhani meluncurkan sistem pertahanan rudal yang dibangun di dalam negeri Bavar-373. Sebuah sistem yang mirip dengan S-300 buatan Rusia.
Peluncuran dilakukan bertepatan dengan Hari Industri Pertahanan Nasional, yang dirayakan di Iran pada 21 Agustus.
Rouhani, didampingi Menteri Pertahanan Brigadir Jenderal Hossein Dehqan, mengunjungi pameran di Organisasi Industri Aviasi atau Iran Aviation Industries Organization (IAIO) yang ada di bawah Kementerian Pertahanan, yang memamerkan prestasi terbaru di industri pertahanan udara mereka, termasuk sistem pertahanan udara Bavar-373 yang dibangun di dalam negeri.
Bavar-373 (yang berarti ‘Kepercayaan’) mulai diperintahkan untuk dibangun pada 2010 di tengah suspensi kesepakatan dengan Rusia pada pengiriman lima sistem S-300.
Sistem pertahanan udara mobile Bavar-373 dirancang dan dibangun oleh para ilmuwan dan ahli Departemen Pertahanan bekerja sama dengan Pangkalan Pertahanan Udara Khatam al-Anbia dan pusat-pusat ilmiah dan investigasi lainnya.
Sistem ini telah berhasil diuji pada bulan Agustus 2014. Sistem ini mirip dengan S-300 Rusia yang mampu memukul target pada ketinggian tinggi.
Sistem baru menggunakan radar array bertahap seperti radar 96L6 Rusia untuk melacak target aerodinamis dan rudal balistik dalam rentang menengah hingga jarak jauh dan dipasang pada truk berat Zafar.
Pada bulan Mei, Dehghan mengumumkan bahwa Iran telah menyelesaikan pembangunan sistem pertahanan udara Bavar-373 dengan produksi massal diharapkan akan diluncurkan akhir tahun 2016.
Hassan Rouhani juga mengamati prestasi terbaru dan perkembangan teknologi pertahanan udara, termasuk pesawat tempur dan pesawat angkut, helikopter dan kendaraan udara tak berawak (UAV).
Presiden juga mendapat penjelasan tentang kemajuan dalam perancangan dan pembuatan mesin turbojet nasional pertama.
Amerika Serikat - Seperti halnya Rusia, Amerika juga memiliki sistem rudal pertahanan yang berlapis. Berbagai sistem senjata dimiliki untuk menjadi perisai melawan serangan rudal yang datang. Dimulai dari sistem yang mampu menhancurkan lawan pada ketinggian tinggi sampai sistem rudal yang dibangun untuk jarak pendek.
Sistem pertahanan rudal Amerika dilengkapi dengan radar yang kuat, jaringan dari sensor canggih, dan tentu saja rudal yang digunakan untuk memburu dan menghancurkan target.
Dan inilah sistem rudal pertahanan berlapis Amerika Serikat untuk menangkap rudal balistik musuh.
Terminal High Altitude Area Defense (THAAD)
Sistem rudal yang akhir-akhir ini sering disebut setelah Amerika berencana untuk menginstalnya di Korea Selatan untuk melawan ancaman rudal dari Korea Utara.
THAAD yang dibangun oleh Lockheed Martin disebut sebagai sistem rudal paling canggih di planet ini. Pencegat THAAD bisa berburu dan meledakkan rudal musuh dengan tingkat keberhasilan 100%.
Pencegat ini tidak dilengkapi dengan hulu ledak yang berarti rudal hanya menggunakan energi kinetik murni untuk mengancurkan target yang dihantamnya.
Tergantung pada beratnya ancaman, THAAD dapat disebarkan hingga delapan kendaraan pembunuh sekaligus.
Peluncur rudal Lockheed Martin adalah salah satu elemen dari empat bagian sistem anti-rudal.
Grafik di bawah ini menunjukkan komponen lain yang dibutuhkan untuk setiap intersepsi musuh.
Sampai saat ini Amerika hanya memiliki ada lima baterai THAAD yang masing-masing membuthkan sekitar 100 tentara. Salah satu baterai akan dikerahkan secara permanen ke Guam untuk menangkal provokasi Korea Utara dan selanjutnya mempertahankan wilayah Pasifik.
Pada bulan Juli, Washington setuju untuk membekali Seoul dengan THAAD. Sistem pertahanan rudal yang unik ini dijadwalkan akan beroperasi pada akhir 2017.
Patriot Advanced Capability-3 (PAC-3)
PAC-3 yang dioperasionalkan Angkatan Darat adalah upgrade dari sistem pertahanan rudal Patriot yang sudah terbukti. Patriot mampu terlibat menembak, drone, rudal balistik jarak pendek serta rudal jelajah.
Sistem Patriot dirancang untuk menembakkan berbagai rudal pencegat untuk melawan ancaman yang berbeda. Seperti pencegat THAAD, rudal PAC-3 tidak membawa hulu ledak dan sebagai gantinya menggunakan tenaga pukulan untuk melenyapkan target.
Berikut Infographic sistem Patriot yang dibangun Lockheed Martin
Penggunaan PAC-3 bersama dengan THAAD akan membentuk sebuah teater pertahanan multi-tier.
Aegis Ballistic Missile Defense
Aegis menambah kemampuan pertahanan rudal berlapis Amerika. Sistem ini ditempatkan di kapal perang Amerika Serikat dan sejumlah negara sekutu. Saat ini ada 84 kapal Angkatan Laut AS yang dilengkapi dengan Aegis yang hanya menjadi satu-satunya sistem pertahanan rudal balistik maritim di dunia.
Mirip dengan THAAD dan sistem Patriot, Aegis menggunakan kekuatan kontak untuk melenyapkan target atau tidak menggunakan hulu ledak.
Kapal Angkatan Laut Aegis juga dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi, melacak dan mencegat rudal balistik jarak pendek dan menengah.
Amerika Serikat - Negara-negara besar dunia terus berada dalam perlombaan untuk membangun kemampuan pertempuran udara ke udara sejak pilot pesawat tempur pertama menembakkan pistol satu sama lain dalam Perang Dunia I. Dari senapan mesin hingga mesin jet dan teknologi siluman perlombaan terus berlangsung ketat. Tahap selanjutnya adalah adu cepat untuk menghilangkan pilot di kokpit tetapi dengan kemampuan tempur yang lebih mematikan.
Sekarang tampak bahwa perlombaan di kemampuan ini semakin kencang di mana tujuannya adalah untuk membuat drone otonom yang dapat membunuh sementara pilot duduk di sebuah ruangan yang jaraknya ratusan mil.
Sementara berawak F-22 Raptor masih bertengger menjadi raja dan pilot F-35 bersiap-siap untuk debut tempur mereka, pesawat tempur tanpa awak juga sedang dalam laju pengembangan yang kian cepat.
Berikut pesawat tempur tanpa awak masa depan yang kemungkinan akan muncul pertama.
1. BAE Taranis
Kendaraan udara tempur tanpa awak Taranis telah terbang uji di langit Eropa di mana kelompok besar orang menentang senjata perang otonom. Sementara Taranis kemungkinan akan memiliki kemampuan otonom penuh. Departemen Pertahanan dan British Aerospace Engineering telah mengatakan kendaraan udara tempur tak berawak akan berfungsi sebagai sistem man in the loop. Seorang manusia memutuskan target apa dan dengan cara apa menembaknya.
Taranis terutama digunakan sebagai pesawat serang, yang berarti dia akan menyerang target darat. Tapi pesawat ini juga akan memiliki kemampuan untuk melawan pesawat tempur musuh dan bisa terbang dari Inggris ke benua di luar Eropa dengan masukan yang terbatas dari pilot dan kru.
2. F-16
Ini tidak mengada-ada, F-16 telah menjadi kandidat utama pesawat tempur tanpa awak yang berpeluang untuk muncul pertama. Drone tempur demonstrator X-47B kemungkinan besar akan menjadi sebuah pompa bensin terbang. Sementara F-16 Falcon masuk dalam program yang dikenal sebagai “Loyal Wingman”.
Program ini untuk mengupgrade pesawat generasi keempat seperti F-16 dengan kontrol otonom, software dan upgrade perangkat keras yang akan menjadikannya sebagai jet komputer terbang. Kemudian F-35 atau F-22 dengan pilot manusia akan didampingi beberapa pesawat F-16 dan juga mungkin F / A-18 Hornet tak berawak untuk melindungi atau menambah daya gedor F-22 dan F-35.
Angkatan Laut masih tertarik untuk mengembangkan pesawat tempur tanpa awak generasi berikutnya, tapi itu masih jauh di masa depan, sementara F-16 tak berawak bisa bertempur dalam beberapa tahun lagi.
3. AURA
India’s Autonomous Unmanned Research Vehicle adalah demonstrator teknologi yang sedang dikembangkan oleh Organisasi Riset dan Pengembangan Pertahanan atau Defense Research and Development Organisation (DRDO) India. Produk akhir nanti dirancang untuk membawa senjata internal dan mampu membela diri, melakukan pengintaian, dan menyerang target darat.
Tingkat yang tepat dari kemampuan “membela diri” yang akan memiliki AURA belum diumumkan, jadi ini bisa menjadi drone serangan darat dengan kemampuan udara ke udara terbatas. Program ini tampaknya mundur dari jadwal semula yang direncanakan 2015 untuk melahirkan prototipe dan 2020 selesai.
4. Sharp Sword
Drone Sharp Sword China dibungkus rahasia tebal hingga tidak ada yang tahu persis misi apa yang akan dibawa oleh pesawat tanpa awak ini. Sharp Sword hanya dideteksi dari beberapa iterasi dan prototipe, tapi desain sayap terbang yang muncul di akhir 2013 adalah versi paling dikenal.
Tampaknya Sharp Sword China didasarkan pada mothballed UCAV Rusia “Skat” yang telah mendekam selama bertahun-tahun. Kebutuhan primer China untuk drone siluman adalah untuk operasi angkatan laut di wilayah yang disengketakan yakni Laut Cina Timur dan Selatan.
Itu berarti akan membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan diri dari pesawat tempur yang dilepas dari kapal induk AS. Drone ini kemungkinan besar juga akan dilengkapi dengan rudal antikapal.
Jika tidak mendapatkan senjata udara ke udara terpadu, berharap untuk bertindak sebagai sensor untuk pertahanan darat dan mungkin mengambil peran anti-kapal.
Selain UCAV yang dibahas di atas, ada sejumlah drone baru yang dirancang dengan kemampuan tempur udara dan menyerang target darat. Rusia Skat dibatalkan, namun teknologi dimasukkan ke platform baru yang dikembangkan oleh Sukhoi.
Negara-negara di Uni Eropa, termasuk Inggris, bekerja sama untuk mengembangkan UCAV baru untuk menyerang target darat yang didasarkan pada Taranis dan nEUROn, sebuah UCAV diproduksi oleh Perancis; Italia; Swedia; Spanyol; Yunani dan Swiss.
Amerika Serikat - Sebelum tujuh dari F-35C Joint Strike Fighters memulai uji coba putaran ketiga dan terakhir di kapal induk USS George Washington, mereka menyelesaikan uji pendaratan di Choctaw Naval Outlying Field dekat Pensacola, Florida .
Pendaratan berjalan dengan baik bahkan mungkin sedikit terlalu baik hingga justru menjadikan landasan rusak.
“Mereka selalu mendarat di tempat yang sama hingga akhirnya hook merobek landasan,” kata Vice Adm. Mike Shoemaker, Komandan Udara Angkatan Laut di Center for Strategic and International Studies di Washington, DC Kamis 19 Agustus 2016.
“Jadi kami cepat menyadari, kita perlu memperbaiki atau menyesuaikan landasan pacu. Itu menggambarkan bagaimana tepatnya sistem baru ini. ”
Sistem baru tersebut disebut Jalur Penerbangan Delta, teknologi di F-35C yang mengontrol glide slope dan meminimalkan jumlah variabel yang harus dilakukan pilot untuk bisa mendarat dengan tepat di kapal induk.
Sebuah sistem paralel dikenal sebagai Magic Carpet (Maritime Augmented Guidance with Integrated Controls for Carrier Approach and Recovery Precision Enabling Technologies) juga sedang dikembangkan untuk digunakan pada F/A-18 E/F Super Hornets dan EA-18G Growlers.
Dengan sistem ini memungkinkan kapal induk untuk beroperasi dengan kapal tanker yang lebih sedikit hingga meninggalkan lebih banyak ruang untuk pesawat lain, kata Shoemaker.
Military.com melaporkan tentang implikasi dari teknologi pendaratan baru di kapal induk George Washington awal pekan ini. Sekitar 100 kali F-35C melakukan pendaratan di kapal induk dengan 80 persen menggunakan kawat nomor tiga yang berarti pesawat itu mendarat di tempat yang ideal.
“Saya pikir itu akan memberi kita kemampuan untuk melihat cara kita bekerja dan memperluas jumlah sorti. Saya pikir itu akan mengubah cara kami beroperasi di sekitar kapal” katanya. “Saya pikir ini akan memberi kita banyak fleksibilitas di sayap udara dalam menggunakan pesawat tempur.”
Pesawat tanker atau pesawat pengisian bahan bakar di udara, harus siap ketika pesawat melakukan pendaratan di kapal induk kasus mereka berada dalam kondisi bahan bakar minim. Lebih sedikit bolters, berarti persyaratan tanker berkurang.
“Saat ini, kita mengkonfigurasi mungkin enam sampai delapan pesawat tanker di kapal,” kata Shoemaker. “Saya tidak berpikir itu terlalu banyak. Yang akan memberi kita fleksibilitas pada jumlah pesawat tempur kita, meningkatkan jumlah Growler, yang saya tahu kita akan lakukan, dan mungkin E-2D Advance Hawkeye juga. ”
Pengujian terakhir F-35C ini direncanakan akan selesai 23 Agustus. Sementara Magic Carpet diharapkan akan diperkenalkan ke armada di 2019.
Moskow - Kementerian Pertahanan Rusia hampir menyelesaikan tes senjata sistem rudal anti-tank baru Kornet-EM, yang mampu secara efektif melawan target darat dan udara, termasuk helikopter dan kendaraan udara tak berawak.
Dikembangkan oleh Biro Desain Tula Biro Instrumen, Kornet-EM dirancang untuk melindungi sistem rudal S-400 dari sabotase musuh, kendaraan lapis baja dan pesawat selama dalam perjalanan.
“Tahap uji berhasil diselesaikan, dan sistem Tula menyelesaikan dengan semua tugas. Kami berencana untuk menyelesaikan tes yang tersisa dalam waktu dekat sehingga Kornet-EM dapat dimasukkan ke dalam layanan,” kata sumber di Kementerian Pertahanan Rusia sebagaimana dikutip surat kabar Rusia Izvestia.
Izvestia sebagaimana dikutip Sputnik Sabtu 20 Agustus 2016 juga mengutip juru bicara perusahaan High-Precision Systems mengatakan bahwa Angkatan Aerospace Rusia telah memuji kemampuan Kornet-EM saat mengambil bagian dalam simulasi operasi militer selama awal bulan ini.
Sistem Kornet-EM, dipasang pada sasis kendaraan lapis baja tigr. Senjata ini ditampilkan petama kali selama Parade Victory Day di Lapangan Merah Moskow pada 9 Mei 2015.
Dmitry Kornev, editor website Militaryrussia, menjelaskan prinsip di balik proses operasi Kornet-EM “cukup sederhana”. Sistem mengarahkan sinar laser pada target, rudal kemudian ‘melihat’ target itu dan melesat mengikuti sinar laser.
“Peluncur rudal ini dilengkapi tidak hanya dengan kamera thermal imaging inframerah, tetapi juga dengan sistem pelacakan target otomatis, yang secara independen mencari target,” katanya.
Kornev menambahkan bahwa karena kecepatan sangat tinggi dan ketepatan sistem laser Kornet-EM, serta rudal Kornet-EM bergerak dengan kecepatan lebih dari 320 meter per detik, menjadikan sistem ini mampu menghancurkan tidak hanya tank, tetapi juga helikopter tempur dan pesawat kecepatan tinggi, yang ditandai dengan kemampuan manuver yang tinggi.
Polandia - Baru-baru ini media Rusia melaporkan bahwa dalam waktu dekat Polandia berencana secara serius meningkatkan kemampuan tempur dari angkatan bersenjatanya, termasuk peningkatan peralatan dan senjata.
Menurut sebuah laporan oleh perusahaan konsultan Deloitte, Warsawa akan meningkatkan belanja militer hingga 3-7 persen per tahun hingga 2020. Brigade Tank akan menjadi sektor yang akan ditingkatkan kemampuannya.
Saat ini, Angkatan Bersenjata Polandia memiliki 892 tank. Jumlah ini terbesar di NATO, setelah Amerika Serikat, Turki dan Yunani. Polandia juga tengah mengembangkan tank baru yang dikenal sebagai PL-01 Anders.
Tank baru sedang dikembangkan oleh perusahaan lokal OBRUM dengan dukungan dari BAE Systems Inggris. produksi massal dijadwalkan akan dilakukan pada 2018.
Proyek ini bisa disebut langkah besar untuk militer Polandia karena tank baru akan memungkinkan untuk mengganti tank Leopard-2 buatan Jerman, menurut situs berita Rusia Life.ru. Selain itu, sejumlah pihak di Polandia mengatakan PL-01 akan menjadi pesaing tank terbaru Rusia T-14 yang didasarkan pada platform serbaguna Armata.
Namun pakar militer Rusia Konstantin Sivkov meragukan apakah Polandia akan mampu menciptakan mesin tempur yang mampu melawan Armata.
“Untuk membangun tank yang baik, latar belakang teknis dan rekayasa sangat diperlukan. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Inggris, Prancis dan China mungkin bisa melakukan itu. Tapi Polandia benar-benar tidak memiliki pengalaman dalam mengembangkan tank. Di masa lalu, mereka memodifikasi mesin Inggris dan Soviet. Sekarang, mereka mengambil Leopard Jerman dan membuat sesuatu dari itu, “kata Sivkov Sputnik.
Dia memperkirakan Polandia tidak mungkin untuk membuat sebuah revolusi dalam industri tank.
Salah satu masalah utama yang akan dihadapi Polandia adalah mereka tidak memiliki meriam yang mampu untuk tangk barunya.
“Masalah lain adalah mengembangkan baja komposit dengan perlindungan aktif dinamis. Polandia tidak memiliki teknologi untuk menghasilkan jenis armor, seperti Israel, Rusia, Jerman dan Inggris. Sebagai contoh, Rusia memiliki sistem proteksi aktif yang unik seperti Drozd dan Arena. Israel memiliki sistem serupa , “kata ahli itu sebagaimana dikutip Sputnik Jumat 19 Agustus 2016.
Akibatnya, asumsi bahwa PL-01 akan menjadi pembunuh Armata dinilai Sivkov sebagai hal yang mengada-ada.
Jakarta - Selama empat hari terakhir ada pemberitaan yang cukup mengusik hati para penggemar kemiliteran di tanah air. Sejumlah media online Rusia seperti bmpd memberitakan kehadiran satu varian baru dari BMP-3 yaitu BT-3F yang merupakan kendaraan angkut pasukan murni. Yang mengherankan, BT-3F dikatakan sebagai pesanan Korp Marinir TNI AL. Benarkah begitu?
Dari sisi kebutuhan, Korps Marinir memang butuh tambahan alutsista dalam bentuk ranratfib (Kendaraaan Pendarat Amfibi). Apalagi dengan pemekaran organisasi menyusul pembentukan Pasmar 3 di Sorong. Sudah tentu ada kebutuhan tambahan untuk mengadakan ranratfib. Prinsipal kendaraan pendarat Marinir adalah BTR-50P dan yang lebih baru LVTP-7. BTR-50P jelas sudah sangat tua dan butuh pengganti segera, walaupun sejumlah BTR-50P sudah menjalankan upaya repowering dan upgrade di pertengahan 1990-an.
Sumber berita tersebut datang dari wawancara media Moscow Defense Briefdengan Deputi Direktur perusahaan KTZ (Traktornie Zavody) Alexey Losev yang dengan anggaran perusahaan sendiri mengembangkan modifikasi dari BMP-3F dalam bentuk BT-3F.
BT kependekan dari Bronentransporter atau pengangkut pasukan. BT-3F yang dikembangkan KTZ akan dipamerkan dalam pameran di Rusia dan ditawarkan untuk kebutuhan AL Rusia. Alexey juga mengatakan bahwa Indonesia tertarik dengan produk mereka, walaupun secara umum pemberitaan dari media Rusia semacam ini cenderung bombastis dan perlu diverifikasi kebenarannya.
Nah, dari ranpurnya sendiri sosoknya memang cukup menarik. BT-3F secara umum menggunakan hull yang sama dengan BMP-3 yang ditenagai mesin diesel UTD-29M berdaya 500hp. Jarak jangkau BT-3F masih sama dengan BMP-3F, kurang lebih 600 kilometer. Yang berbeda pada BT-3F, terdapat ‘kabin’ yang atapnya lebih tinggi dari bagian depan kendaraan, yang dijadikan kompartemen untuk pasukan.
Untuk melihat ke arah luar, di pinggir atap kabin ini terdapat dua ‘jendela’ di tiap sisi untuk melihat ke arah atas. Modifikasi ini membuat BT-3F sepintas sangat mirip BTR-50P walaupun daya angkutnya masih kalah dengan ‘simbah’ BTR-50P.
Karena BT-3F tidak menggunakan kubah bermeriam, maka posisi komandan dan juru tembak kini digeser ke dalam kabin. Sementara di bagian depan pengemudi duduk di tengah kendaraan. Di bagian depan ada tiga palka terpisah, satu palka di kiri dan kanan pengemudi kemungkinan juga merupakan akses keluar pasukan.
Perubahan lainnya ada pada posisi juru tembak senapan mesin depan, yang pada BMP-3F ada di kiri-kanan depan. Pada BT-3F hanya stasiun kanan yang dipasang senapan mesin PKT 7,62mm, sisi kirinya dibiarkan kosong dengan plexiglass menggantikan dudukan senapan mesin.
Bagian kabin yang lebih tinggi merupakan kompartemen tempur untuk awak, dan dapat menampung sampai 14 pasukan bersenjata lengkap. Pasukan keluar dari pintu akses di atap kendaraan yang membuka ke kanan dan ke kiri, ditambah pintu akses belakang yang berukuran kecil.
Akses keluar utama dari atas ini merupakan keharusan karena desain mesin keluarga BMP-3 yang terpasang di lantai bagian belakang, sehingga tidak memungkinkan untuk membuat pintu akses yang sepenuhnya terbuka dari belakang.
Untuk sistem senjata, BT-3F cukup mengandalkan sistem senjata remote (RCWS) DPV-T bermodalkan senapan mesin 7,62x54mm PKTM, dengan sistem pertahananan berupa dua klaster pelontar granat asap dengan total berjumlah enam buah.Di dek tempat RCWS DPV-T terpasang masih ada lima periskop yang memberikan bidang pandang 180 derajat untuk komandan kendaraan yang kemungkinan besar juga bertugas sebagai juru tembak. Apabila pembeli menghendaki sistem RCWS lain yang mau dipasang, hal ini juga dapat dilakukan untuk menyesuaikan keinginan pembeli.
Mengenai kemungkinan Korps Marinir membeli BT-3F, pendapat penulis, jalannya masih jauh. BT-3F masih merupakan purwarupa yang belum mendapatkan sertifikasi dari Angkatan Bersenjata Rusia. Dari sisi kebutuhan, Korps Marinir sedang fokus untuk membenahi proteksi LVTP-7 dan berencana menambah beberapa unit lagi.
Kebutuhan lain yang tak kalah penting adalah pengadaan tank amfibi untuk Pasmar 3 karena stok PT-76 sebagai pemukul utama juga sudah sama tuanya dengan BTR-50P dan jelas juga perlu diganti. Kalau dalam jangka waktu menengah 3-5 tahun, barulah berita BT-3F diniatkan untuk dibeli baru masuk di akal. (Majalah Angkasa)