Jakarta - Bagi Indonesia, senjata jenis self propelled MLRS (Multiple Launch Rocket System) bukan ‘barang’ baru, setidaknya Armed TNI AD dan Marinir TNI AL sudah mulai menggunakannya sejak persiapan operasi Trikora di tahun 60-an. Namun tatkala ASTROS (Artillery Saturation Rocket System) II MK6 datang dari Brasil, semua perhatian seolah beralih ke sistem senjata besutan Avibras ini. Bahkan militer Malaysia sejak tahun 2001 menjadikan ASTROS sebagai senjata pemukul di wilayah perbatasan. Lantas apa yang membuat senjata yang telah dipakai di delapan negara ini begitu spesial?
Mungkin teknologi boleh diadu, tapi yang pasti ASTROS sudah kenyang diajak berperang, terutama pada perang intervesi Arab Saudi di Yaman, Perang di Angola, Perang Teluk, dan masa Perang Iran – Irak. Debutnya sebagai MLRS berkemampuan multi kaliber mulai mendapat saingan dari hadirnya 9A52-4 Tornado dari Rusia. Namun toh, ASTROS lebih banyak mampu menampung jenis kaliber, bahkan jika mau dan ada dana, ASTROS mampu meluncurkan rudal jejalah AV/MT-300.
Dalam uji coba penembakkan ASTROS II MK6 oleh Armed TNI AD di Pantai Bocor, Kebumen, Jawa Tengah. Disebutkan dilakukan penembakan pada jenis roket SS-30, SS-40, SS-60, dan SS-80. Nah, seperti apakah profil, spesifikasi dan daya rudak dari masing-masing jenis roket tersebut?
Keempat jenis roket tersebut menggunakan motor roket yang ditenagai oleh double-base propellant. Kaliber terkecilnya adalah 127mm (SS-30), yang terpasang sebanyak 32 tabung per kotak peluncur. Roket SS-30 berhulu-ledak HE (High Explosive) dengan panjang 3,9 meter dan berbobot 68 kg per unitnya. Dan roket SS-30 ini mampu menjangkau sasaran sejauh 30 km.
Jenis roket kedua SS-40, memiliki kapasitas maksimal 16 roket dalam satu tabung peluncur. Selongsong roketnya memiliki empat sirip (fins) dengan panjang 4,2 meter dan berbobot 152 kg per unitnya. Jarak jangkaunya antara 15-35 km. Soal hulu ledak, SS-40 cukup fleksibel. Jika mau HE ada, bila memilih munisi cluster/ bomblet (tandan) DP (Dual Purpose) anti material dan personil juga tersedia. Khusus untuk munisi bomblet, dimensinya adalah 39×13 cm, dengan sumbu impak mekanis. Tiap bomblet dilengkapi pita-parasut yang berfungsi menahan dan menstabilkan arah jatuhnya.
Jenis roket ketiga, SS-60 merupakan pengembangan dari SS-40. Punya sosok lebih besar sepanjang 5,6 meter dan berbobot 595 kg, konsekuensinya SS-60 bisa menampung 65 bomblet. Jangkauannya antara 20-60 km dengan waktu tempuh 117 detik untuk mencapai jarak maksimal 60 km. Dalam satu kendaraan peluncur, dapat memuat hingga 4 unit roket SS-60.
Jenis roket yang terakhir SS-80, lahir belakangan pada 1995, dengan sosok yang tak jauh beda dengan SS-60. Daya jangkaunya yang mencapai 90 km dimungkinkan berkat propelan baru. Selain itu, SS-80 bisa dimuati senjata kimia mematikan, sayangnya jenis roket yang terakhir ini belum pernah dipergunakan dalam pertempuran aktual.
Tak berhenti di 4 kaliber diatas, Avibras juga mengembangkan SS-150 dengan muatan 4 unit roket kaliber 300 mm, jangkauan tembak minimumnya 29 km dan maksimum 150 km. Bahkan ada lagi varian AV/MT-300 MT, daya jelajahnya bisa menjangkau 300 km, sebuah jangkauan tembak yang mampu merubah tatanan strategi militer di kawasan. Namun yang disebut terakhir ini bukanlah roket, melainkan sebuah rudal jejalah.
Meski ASTROS punya keunggulan multi kaliber dalam kendaraan peluncur AV-LMU (Universal Multiple Launcher). Sayangnya ASTROS tidak mengusung kaliber 122 mm, seandainya ada maka ASTROS boleh jadi dapat digunakan untuk menembakkan roket R-Han 122 mm yang dikembangkan Balitbang Kemhan. Sebelumnya roket R-Han 122 mm juga terbukti compatible dengan MLRS RM70 Grad milik Marinir TNI AL. (indomiliter)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar