Sabtu, 13 Agustus 2016

Saab AJ-37 Viggen, Satu-satunya Jet Tempur yang Mampu Mengunci SR-71 Blackbird


Jakarta - Digunakan sendiri dan jarang terdengar bukan berarti kemampuan AJ-37 Viggen (petir) punya kualitas lebih rendah dari jet tempur sezamannya. Pendahulu JAS-39 Gripen ini menjadi satu-satunya pesawat tempur yang tercatat dalam sejarah mampu menandingi dan bahkan mengunci pesawat intai tercepat dalam sejarah, sang burung hitam SR-71 Blackbird.
Sejarah Viggen berasal dari niatan Swedia untuk mencari pengganti dari pesawat serang SAAB-32 Lansen dan pesawat pencegat AJ-35 Draken. Spesifikasi menyebutkan bahwa pesawat pengganti harus mampu melesat Mach 1 di ketinggian rendah dan Mach 2 di ketinggian serta terintegrasi dalam jaringan pertahanan STRIL 60.
Tradisi mendarat di jalan raya dipertahankan dengan kewajiban memenuhi prasyarat BASE-90, yaitu mendarat di jalan raya sepanjang 800 meter dan lebar 9 meter. SAAB memasukkan proposal “SAAB System 37” pada Februari 1962 dengan desain pesawat yang menggunakan sayap delta dipadu canard untuk memampukan operasi dari landasan pendek.
Mesin yang dipilih adalah Volvo RM8 turbojet dengan thrust reverser untuk membantu memperpendek jarak pendaratan. Sirip tegak SAAB 37 bisa dilipat ke kiri agar bisa disimpan di dalam shelter. Desain SAAB 37 juga didesain mudah dirawat awak darat dengan pengetahuan terbatas.
AU Swedia (Svenska Flygvapnet) menerima proposal SAAB pada 28 September 1962 dan memutuskan untuk menamainya Viggen, yaitu suara petir yang ditimbulkan saat Mjoelnir yang merupakan senjata andalan Thor mengenai lawannya. Pada awalnya Viggen direncanakan akan dikembangkan dalam keluarga varian serang (AJ37), intai (SF37), intai dan serang maritim (SH37), kursi ganda (Sk37), dan pencegat (JA37).

Tampak dari bawah Saab 37 Viggen saat latihan BALTOPS '85. Sumber gambar: wikipedia
Tampak dari bawah Saab 37 Viggen saat latihan BALTOPS ’85. Sumber gambar: wikipedia

Setelah sejumlah purwarupa dibuat, penerbangan pertama dilakukan pada 8 Februari 1967 di bawah kendali pilot uji Erik Dahlstrom. Setelah pengujian selama dua tahun, AU Swedia memesan 175 unit pada 5 April 1968 dengan pesawat produksi pertama terbang pada 23 Februari 1971.
Viggen dibuat dengan teknologi canggih pada masanya, sudah memanfaatkan panel alumunium honeycomb sehingga bobotnya ringan, dan material titanium untuk bagian yang rawan panas dan gesekan. Bentuknya memang kaku tidak seseksi Draken, tetapi Viggen memiliki performa yang menjanjikan baik pada ketinggian rendah maupun tinggi. Varian terbaik dari Viggen tentu saja adalah JA37 (Jakt 37) yang merupakan varian buru sergap.
JA37 memiliki fuselage yang lebih panjang dengan segmen tambahan di depan sayap untuk mengakomodasi mesin RM8B yang lebih bertenaga, mampu menyemburkan daya sebesar 28.110 pon. Bagian sayap juga memiliki perbedaan struktur dengan varian lainnya, dilengkapi empat elevon actuator untuk meningkatkan manuverabilitas. Penggunaan titanium yang lebih agresif membuat bobotnya lebih ringan 400 kilogram dari varian AJ37.
Radar pada JA37 menggunakan Ericsson PS-46/A medium pulse, Doppler X-Band dengan kemampuan multi moda, dengan jarak jangkau 48 kilometer untuk sasaran udara dan darat. Perangkat navigasinya mengandalkan Decca Doppler Type 72 navigation radar, sistem INS (Inertial Navigation System) KTL-70L, dan sistem kendali penerbangan SA07 yang dikembangkan bareng SAAB-Honeywell. JA37 sudah menggunakan semi glasscockpit untuk meringankan kerja pilot, dengan SRA Head Up Display ditambah HDD (Head Down Display) berupa layar MFD.
Sistem senjata yang mampu diusung JA37 terdiri dari kanon Oerlikon KCA 30mm dengan 150 butir amunisi yang dipasang di sisi kiri perut pesawat, satu fitur yang tidak ada pada varian Viggen lainnya. JA37 memiliki tujuh titik cantelan yang dapat dipasangi rudal AIM-9B/ P Sidewinder pada pylon terluar dan di bawah inlet, serta dua rudal berpemandu radar Rb71 Skyflash yang merupakan lisensi dari rudal BAe Skyflash.
Mencegat SR-71
Kejadian Viggen yang mampu mencegat Blackbird terjadi di tahun 1980an, dengan komandan skadron F 13 di Norrköping, Per-Olof Eldh berada di balik kendali JA37. Pada satu sesi patroli di Gotland, Per-Olof mendapat perintah dari GCI untuk mencegat sasaran yang bergerak mendekat dari arah Selatan pantai Stockholm. Per-Olof mendapatkan vektornya dan diperintahkan untuk mencegat sasaran pada ketinggian 21.500 meter.
SR-71 Blackbird

Radar Ericsson PS-46/A bekerja keras untuk mengunci sasarannya dan dipasang pada moda scan optimal. Ia memilih Rb71 Skyflash untuk unsur kejutan terbaik bagi lawannya. Menyadari bahwa sasaran bergerak mendekat dengan sangat cepat sementara Per-Olof memasang afterburner untuk menanjak, ia tahu bahwa sasarannya kemungkinannya hanya dua: MiG-25 Foxbat, atau SR-71 BlackbirdViggen meluncur bak roket dengan kecepatan Mach 1,35 untuk mencapai ketinggian buruannya.
Saat sasaran di radar sudah begitu dekat, Per-Olof menengadah ke atas. Ia melihat satu siluet kelabu berbentuk jarum dengan mesin terpasang pada pod di sayap, meluncur dengan kecepatan 3 kali kecepatan suara, nyaris 1.000 meter di atasnya. Tak salah lagi, itulah Blackbird buruannya! Ia mencoba mencari referensi ke permukaan di bawah, tapi yang dilihatnya hanya langit berwarna hitam, dan ia bisa melihat lengkung bumi di bawahnya. inilah batas atas Angkasa yang tidak semua pilot pesawat tempur beruntung mencapainya.
Kembali ke layar radarnya, Per-Olof tahu bahwa ia bisa melepaskan rudal Skyflash jika ia mau, tapi tidak ada alasan untuk melakukannya. SR-71 itu baru kembali dari misi pengintaian di Uni Soviet, terbang di koridor Aland di Timur, kemudian mengurangi kecepatannya sampai Mach 2,65 dan berbelok dan mengarah ke Selatan, terbang sejajar dengan garis pantai Swedia dan terbang di antara Gotland dan Oland.
Saat debriefing, rekan-rekannya mengatakan bahwa andai Skyflash dilepaskan, sudah pasti SR-71 Blackbird itu akan jatuh dari langit. Selama karirnya, Per-Olof membukukan lima kali ‘kesuksesan’ mencegat SR-71, suatu misi yang tergolong berbahaya karena mesin turbojet RM8B atau mesin pesawat tempur lainnya rawan mati karena ‘tercekik’ kekurangan pasokan oksigen. (Majalah Angkasa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar