Sabtu, 02 Juli 2016

Be-200 vs Shinmaywa US-2, Menunggu Kabar Kepastian Pasti Akuisisi Pesawat Amfibi



Jakarta Setelah persaingan panjang untuk mengakuisisi pesawat amfibi, nampaknya arah pemerintah Indonesia sudah mulai jelas. Seperti kisah klasik pembelian alutsista, setelah masing-masing pengamat (betulan maupun kelas kacangan seperti saya) baper dengan pilihannya, naga-naganya Pemerintah Indonesia akan membeli baik Be-200 maupun Shinmaywa US-2. Pada akhir Desember 2015 lalu terbetik kabar bahwa Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertahanan dan Luar Negeri telah berbicara dengan counterpartynya dari Jepang dalam kerangka Two Plus Two Talks. Dalam pembicaraan yang pertama kalinya dilakukan Pemerintah Jepang dengan anggota negara ASEAN ini Menhan menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia memang tertarik untuk membeli Shinmaywa US-2.

Pembicaraan tersebut melengkapi pernyataan pemerintah sebelumnya, yang dikatakan memang telah mengincar empat unit pesawat amfibi Be-200, setelah mencuatnya kasus kebakaran hutan yang kemudian cukup terbantu setelah didatangkannya dua unit Be-200 ke lokasi, dan kemudian disusul keterlibatan Be-200 dalam upaya SAR Air Asia QZ8501 di Selat Karimata pada awal tahun 2015. Dalam wawancara media Sputnik dengan CEO United Aircraft Corporation (UAC) Yury Slusar yang merupakan holding dari Beriev di akhir bulan Mei, Ia mengatakan bahwa ada minat yang besar dari Indonesia, namun belum terwujud dalam kontrak yang pasti.
Pembicaraan mengenai pesawat amfibi menjadi hal yang menarik mengingat keputusan pemerintah untuk memperkuat Natuna sebagai pangkalan aju bagi TNI, termasuk menyiagakan pesawat tempur di sana. Pesawat amfibi dengan kemampuannya mendarat di permukaan laut akan menjadi suatu kebutuhan terutama di wilayah-wilayah yang terpencil. Aset pesawat amfibi akan sangat sesuai ditempatkan di Natuna sebagai unsur SAR yang dapat standby setiap saat apabila ada kondisi darurat. Pesawat amfibi yang umumnya juga minim perawatan akan sangat membantu dalam mengurangi cycle time yang dibutuhkan, sehingga kesiapannya tinggi.
versus amphibian
Profil Be-200
Sama seperti Jepang, Rusia saat masih di bawah Uni Soviet juga memiliki tradisi panjang pengembangan pesawat amfibi. Adalah Georgiy Mikhailovich Beriev yang memprakarsai pembuatan sejumlah pesawat amfibi, sekaligus mendirikan biro desain Beriev yang mengkhususkan diri pada pengembangan pesawat multi alam tersebut. Markas biro Beriev ada di Taganrog, yang berbatasan dengan Laut Azov yang bertahan hingga sekarang.
Biro desain Beriev, sama seperti biro desain pesawat Soviet lainnya, mulai mengembangkan pesawat dengan kecepatan supersonik, walaupun pada akhirnya gagal. Produk mereka yang diterima angkatan bersenjata Soviet saat itu adalah Be-12, pesawat amfibi yang ditenagai dua mesin turboprop. Pengembangan selanjutnya yaitu pesawat amfibi bermesin jet terwujud dalam bentuk A-40 Albatros (NATO: Mermaid) dengan dua mesin turbofan Solovyov D-30KPV terpasang di atas sayap. Sayangnya, Uni Soviet keburu bubar sebelum A-40 mulai dapat dijual secara komersial.
beriev
Melihat bahwa pangsa pasar sipil masih cukup besar, para desainer Beriev kemudian memutuskan untuk ‘memperkecil’ A-40 dan menjualnya sebagai pesawat angkut amfibi dan pemadam kebakaran hutan. Tim dibawah desainer Aleksandr Yavkin ditugasi untuk memulai pengembangannya pada 1990. Mockup desain sudah keluar pada 1991, dan penerbangan perdana di bawah pilot uji K.V. Babich, kopilot V.P. Dubenskiy, dan Flight Engineer A.N. Ternovoy baru tercapai pada 24 September 1998. Sejak awal Be-200 sudah membawa kit pemadam kebakaran yang mencomot milik Be-12.
Paris Air Show 1999 menjadi panggung internasional perdana bagi kemunculan Be-200 yang disambut secara hangat. Produksi Be-200 sendiri diambil alih oleh pabrikan Irkutsk, Siberia. Produksi pertama Be-200 di bawah Irkutsk terjadi pada 17 juni 2003, ditenagai dua mesin turbofan Progress D-364TP. Untuk memancing minat pembeli dari Barat, Be-200 dilengkapi dengan sistem avionik ARIA-200 yang dibuat oleh AlliedSignal bekerjasama dengan Institut Riset Moskow. ARIA-200 terdiri dari panel instrumen digital dengan full glass cockpit dengan enam LCD. Sistem INS (Inertial Navigation System) dan radar cuaca menjadi fitur standar untuk terbang pada segala cuaca. Apabila Be-200 hendak dijadikan pesawat militer, tersedia opsi pemasangan sistem EO/ IR (Electro Optic/ Infra Red) untuk memindai permukaan dengan bantuan kamera IR dan thermal.
beriev3
Untuk kemampuan pemadaman hutan yang telah dibuktikan oleh Be-200, tersedia delapan tangki di perut Be-200. Tangki retardan pembunuh api dapat dipasang di ruang kargo, dan dihubungkan ke tangki air di bawahnya. Apabila peralatan pemadam apinya dilepas, kursi penumpang sebanyak maksimal 60 unit dapat dipasang sebagai gantinya. Apabila dibutuhkan, ruang kargo Be-200 juga dapat dipasangi palet kargo standar.
Be-200 mencatatkan kesuksesan komersial terutama pada saat dipasarkan dengan skema sewa dalam waktu tertentu kepada klien. Megenai kepemilikan, tercatat hanya EMERCOM (Basarnas Rusia) yang mengoperasikan enam unit, satu milik Azerbaijan, dan enam untuk AL Rusia. Varian yang dioperasikan AU Rusia adalah Be-200ChS (varian serbaguna) dan Be-200SP (patroli maritim). Tiongkok konon sudah menyatakan minat, memesan Be-200 varian patroli maritim dan anti kapal selam.
beriev2
Shinmaywa US-2
Dari segi kemampuan, harus diakui bahwa ShinMaywa US-2 adalah rajanya operasi amfibi dengan kemampuan STOL (Short Take Off and Landing) yang mengagumkan, terutama ke dan dari permukaan air. Dengan kemampuan STOL tersebut, ShinMaywa menjadi sangat versatile, dapat memanfaatkan alur dan badan air yang sempit seperti sungai dan danau yang lebih pendek dibandingkan dengan Be-200. Kemampuan angkut airnya untuk operasi pemadaman api juga lebih tinggi, 15 ton air dan retardant, yang artinya dibutuhkan sorti yang lebih sedikit atau kualitas utilitas yang lebih tinggi yang berujung pada efisiensi biaya operasional.
US-2 cockpit
Kemampuan ShinMaywa US-2 untuk beroperasi dari kondisi laut yang diamuk gelombang tinggi menjadi titik kritis, mengingat tipikal lautan di Indonesia Timur yang cenderung bergelombang tinggi pada bulan-bulan tertentu. Ini tentu saja akan menjadi handicap bagi Be-200 yang hanya sanggup mendarat pada perairan dengan tinggi gelombang maksimal 1,2 meter.
Di sisi lain, walaupun sepintas ShinMaywa US-2 masih menggunakan mesin turboprop, ternyata untuk kecepatan jelajah masih bisa mengimbangi Be-200, dengan selisih hanya 70-80 km/ jam. Itupun dibayar lunas dengan jarak operasi ShinMaywa US-2 yang dapat mencapai 2x lipat dari jarak jelajah yang dapat dicapai oleh Be-200. Terbang lebih jauh, lebih lama, dan endurance tinggi, bukankah ini yang dicari apabila pesawat amfibi hendak dijadikan sebagai pesawat patroli maritim?
index_img6
Stall speed US-2 yang sangat rendah, hanya 90 km/ jam, sehingga handling dan stabilitas US-2 juga lebih baik. US-2 yang menggunakan empat mesin juga memiliki margin of safety yang lebih baik untuk operasi di lautan, dimana kerusakan satu mesin masih dapat dibackup oleh tiga mesin lainnya dan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan operasinya. Bandingkan dengan Be-200 yang hanya memiliki dua mesin. Kehilangan satu mesin berarti hilangnya 50% power, yang berakibat fatal apabila tidak ada pangkalan terdekat untuk recovery.
Jika Be-200 bisa memukul balik, itu ada pada faktor daya angkut yang lebih tinggi, karena US-2 membutuhkan space besar untuk memasang sistem waterjet untuk spray supressor yang mencegah air terhisap oleh mesin. Be-200 dapat membawa komplemen pasukan setara satu kompi, cocok untuk mobilisasi pasukan, dan insersi pasukan berkemampuan khusus dari arah laut.
08_amphibian_image-l
Be-200 juga memiliki banderol harga yang murah. Dalam sistem pengadaan alutsista yang mengutamakan harga yang ekonomis sebagai prioritas, Be-200 dapat memenangkan persaingan walaupun secara performa mayoritas lebih inferior dari US-2. Namun patut juga diingat, belajar dari India yang mengakuisisi US-2, Jepang rela membagi kontrak offset nyaris 50% dari nilai kontrak senilai 1,65 miliar USD, plus ditambah seluruh pesawat akan dirakit dalam lini perakitan di India. Ini berarti merupakan transfer teknologi yang sangat berarti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar