China - Shenyang J-11 adalah salinan sempurna China pada jet tempur Sukhoi Su-27 “Flanker” yang dibangun Rusia. Pesawat ini telah menurunkan varian J-15 dan J-16 yang telah berada di garis depan upaya China untuk menghasilkan jet tempur generasi keempat dalam mendukung Angkatan Laut.
China membeli Su-27 dalam bentuk jadi pada tahun 1990an. Negara ini membeli 38 Su-27SK, 40 Su-27UBK dua kursi yang diperoleh antara tahun 1992 dan 2000 dengan harga masing-masing antara US$30 dan US$40 juta.
Su-27SK datang dengan rudal udara ke udara R-27 dan R-73. China bersikeras landing gear Flanker yang dibeli diperkuat sehingga mereka bisa menampung lebih berat beban bom.
Rusia pasca-Soviet masuk ke ekonomi sulit hingga penjualan tersebut bisa membantu perekonomian mereka. China, pada saat itu menjadi pasar setelah Amerika dan Eropa melakukan embargo menyusul peristiwa Tiananmen Square 1989.
Namun, pada tahun 1995 China mengatakan mereka tidak tertarik untuk membeli pesawat jadi lebih banyak dan akan membayar lisensi untuk merakit kit Su-27 di China. Rusia setuju dengan syarat bahwa mesin dan avionik masih akan dibuat di Rusia. Kesepakatan itu mencakup pembangunan 200 pesawat tempur buatan China yang ditunjuk J-11 dengan nilai US$ 2,5 miliar. Sejauh ini proses sesuai hukum.
Kemudian hal aneh terjadi, Pada tahun 2004, karena telah merakit 100 pesawat, China membatalkan sisa kontrak, dengan mengklaim Su-27 tidak lagi sesuai dengan kebutuhan mereka dan mereka menginginkan jet tempur dengan kemampuan mesiu presisi dipandu.
Namun, tiga tahun kemudian China mengungkapkan bahwa Shenyang Aircraft Corporation memproduksi J-11B tanpa melibatkan Rusia.
Meskipun 90 persen dari komponen J-11 ini dibangun di dalam negeri badan pesawat itu hampir identik.
Industri senjata Rusia sangat marah, dan mengutuk tentang pencurian hak intelektual mereka selama beberapa tahun. Tetapi dengan China menyedot 40 persen penjualan militer Rusia selama delapan tahun pertama abad ini, produsen Rusia tampaknya tidak bisa berbuat banyak.
Banyak aspek dari J-11B yang dimodernisasi pada kaca kokpit, on-board oxygenator (yang membantu menjaga pilot memiliki tingkat kesadaran tinggi saat terbang tinggi dan manuver tajam. Selain itu juga menggunakan sistem peringatan rudal optik yang semua baru.
Radar N001E Rusia yang tua digantikan dengan pulse Doppler Type 1493 China, yang kabarnya bisa mendeteksi jet tempur pada kisaran lebih dari 90 mil dan kapal perang permukaan pada lebih dari 200 mil. Badan pesawat itu sendiri dibuat dengan bahan komposit ringan.
J-11B juga disesuaikan dengan rudal dan amunisi China yakni rudal inframerah jarak pendek PL-8 (tiruan dari Python Israel 3) dan rudal jarak jauh dipandu radar PL-12 dengan jarak hingga 100 kilometer.
Berbagai macam rudal udara ke darat buatan China, termasuk antiradar missiles, laser-guided bombs dan glide bombs. Namun meriam GSH-30 30 mm Rusia dipertahankan.
Hanya saja J-11B telah dibebani oleh kelemahan utama yakni mesin turbofan WS-10A Taihang diproduksi di dalam negeri. WS-10A ini ada yang menyebut merupakan usana cloning dari AL-31F Rusia, atau desain dalam negeri yang memasukkan unsur mesin CFM56 Amerika yang diperoleh sekitar tahun 1980-an.
Pada satu titik WS-10A dilaporkan membutuhkan overhaul setiap 30 jam penerbangan. Jauh dibandingkan dengan 400 jam untuk mesin AL-31F Rusia yang digunakan di Su-27. J-11B armada harus digrounded dan dipasang kembali dengan AL-31F.
Masalah ini dilaporkan telah ditangani, tapi WS-10A masih memiliki reputasi buruk. Produksi telah tertinggal jauh di bawah permintaan, dan kontrol kualitas tetap menjadi masalah besar.
Laporan juga menunjukkan bahwa WS-10A tidak dapat menghasilkan cukup banyak daya dorong seperti AL-31F. Keandalan dan daya dorong WS-10A ini tetap masalah utama tidak hanya untuk J-11, tapi juga untuk program pesawat tempur siluman China. Kinerja aktual dari J-11B tetap jelas karena sumber-sumber publik hanya mengulang statistik untuk Su-27SK.
Meskipun demikian, Beijing bertekad untuk mengembangkan industri aeronautika yang tidak bergantung pada negara-negara asing di masa depan.
J-11 murni sebuah Su-27 yang diproduksi di China, sedangkan J-11B adalah tiruan Su-27 yang dibangun dengan hardware China. Sub varian termasuk J-11BS (dua kursi) dan J-11BH (digunakan oleh sayap Angkatan Laut). Sekitar 120 J-11B dari semua jenis diperkirakan berada di layanan pada tahun 2015.
Ada juga dua Flankers China tambahan. J-15 “Flying Shark” yang berasal dari Su-33, varian Angkatan Laut dari Su-27 untuk beroperasi dari kapal induk dengan sayap lipat, landing gear diperkuat dan hook pendaratan.
Setelah upaya untuk membeli dua Su-33 dari Rusia senilai US$ 100 juta ditolak pada tahun 2006, China mengandalkan prototipe dibeli dari Ukraina pada tahun 2001.
Pada tahun 2009, pertama J-15 telah diproduksi, dan pada tahun 2012, dua J-15 melakukan pendaratan pertama mereka di kapal induk Liaoning. Sebanyak 24 Flying Shark sekarang melayani di kapal induk China.
J-15 dimaksudkan untuk berada di liga yang sama dengan FA-18E / F Hornet, tetapi daya dorong mesin WS-10A lagi-lagi jadi masalah dan membatasi kemampuan J-15 untuk lepas landas sari ski-jump Liaoning, sambil membawa beban senjata penuh.
Selain itu ada juga J-16 “Red Eagle” yang merupakan salinan dari Su-30MKK Flanker yang dimodernisasi dan dikonfigurasi ulang untuk menangani senjata China, membuatnya menjadi pesawat spesialis serang sebanding dengan F-15E Strike Eagle.
China sebelumnya telah menerima 73 Su-30MKK antara tahun 2000 dan 2003, serta 24 Su-30MKK2 pada tahun 2004 khusus untuk serangan anti-kapal, sekarang dioperasikan oleh Angkatan Udara Angkatan Laut.
Kabarnya, satu resimen J-16 (sekitar 24 pesawat) dalam pelayanan pada tahun 2014, dan hingga 100 akan diproduksi pada tahun 2020.
Pada bulan Desember 2015, sebuah varian perang elektronik, J-16D telah tertangkap kamera dengan membawa pod serangan elektronik di ujung sayap yang dimaksudkan untuk melakukan peran yang sama seperti EA-18 Growler dalam mengganggu pertahanan udara musuh.
J-15 dan J-16 dilengkapi dengan radar Active Electronically Scaned Array (AESA) yang meningkatkan tidak hanya kemampuan mereka dalam pertempuran udara ke udara tetapi juga untuk menargetkan beberapa presisi dipandu amunisi pada waktu yang sama. Mereka juga menggabungkan bahan penyerap radar untuk mengurangi deteksi lawan.
Pada 2015, China mengejutkan pengamat dengan mengungkapkan pihaknya telah mengembangkan prototipe J-11D dengan teknologi tinggi yang disebut-sebut menjadi pesaing Su-35 Rusia.
J-11D menggabungkan radar AESA dan bahan penyerap radar dari J-15 dan J-16, dan memiliki probe pengisian bahan bakar di udara. Pesawat ini juga memiliki dua cantelan underwing tambahan untuk membawa rudal udara ke udara PL-10, PL-15 dan PL-21 dan rudal antikapal YJ-12. Kemampuan jarak jauh PL-15 menyebabkan kekhawatiran yang cukup besar di Barat
J-16D disebut juga menggabungkan datalink untuk memungkinkan berbagi cakupan sensor dengan pesawat dan kapal teman.
Namun, J-11D tidak memiliki upgrade rekayasa dari Su-35; jet tempur Rusia yang lebih bermanuver, dan mampu terbang dalam rentang jauh dengan senjata lebih berat.
Tidak seperti salinan pesawat Rusia sebelumnya seperti A-5 dan J-7, J-11 belum diekspor yang memberikan Rusia masih terhibur karena tidak akan merebut pasar Flanker. Pesawat ini juga tidak pernah digunakan dalam pertempuran.
Satu pesawat terlibat dalam sebuah insiden pada 19 Agustus 2014, ketika J-11 mencegat P-8 Poseidon Angkatan Laut Amerika di dekat Pulau Hainan dan terbang pada jarak 20 kaki mendorong munculnya keluhan dari Amerika.
April ini, penyebaran 16 J-11B ke Pulau Woody di Laut China Selatan juga telah menimbulkan protes diplomatik dari Vietnam.
Secara keseluruhan J-11B tampaknya menjadi jet tempur yang memadai yang setara dengan F-15 dengan memiliki elektronik yang bisa dibilang lebih canggih untuk bisa setara dengan pesawat buatan Rusia.
Bahkan, J-11D dan J-16 menunjukkan bahwa China merangkul gaya peperangan jaringan ala Amerika dengan menekankan platform daya tahan tinggi menggunakan rudal luar visual range. Namun, tanda tanya besar tetap pada kinerja mesin yang diproduksi di dalam negeri.
Berbicara tentang China yang telah membeli 24 Su-35. Mengingat apa yang terjadi terakhir kali, Rusia awalnya menolak untuk menjualnya dalam jumlah kecil.
Pada Januari 2016 China dan Rusia setuju untuk pembelian 24 Su-35 senilai US$ 2 miliar. Banyak pengamat percaya motivasi utama China untuk membeli adalah untuk meniru mesin AL-41FS yang digunakan Su-35.
Salah satu cara atau lain, China akhirnya akan mengembangkan mesin jet kinerja tinggi dengan membeli desain dari Rusia.
Sumber: National Interest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar