Jakarta - Belum juga tuntas tentang pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger Skadron Udara 14, belakangan ini jagad pemerhati alutsista nasional kembali dibuat riuh dengan identitas pesawat tempur asal Korea Selatan, FA-50. Berdasarkan list daftar belanja alutsista 2016 – 2019, terdapat alokasi pengadaan 12 unit FA-50 buatan Korea Aerospace Industries (KAI). Kabar ini sontak menjadi sumber tanda tanya besar, pesawat apakah yang akan digantikan posisinya oleh FA-50? Dan bagaimana dengan proses pengadaan first layer modern jet fighter untuk TNI AU?
Bila berkaca ke asasi FA-50, jet tempur tandem seat ini masuk segmen light combat aircraft. Rancang bangun FA-50 mengacu pada jet latih tempur lanjut T-50 Golden Eagle, dimana versi T-50i telah dioperasikan Skadron Udara 15 TNI AU. Jadi ketika muncul kabar rencana akusisi Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI atas FA-50 rasanya publik tidak terlampau kaget, mengingat platform dan karakter jet tempur ini sudah dipahami oleh penerbang dan ground crew TNI AU. Ditambah, kemungkinan pengadaan FA-50 juga dimaksudkan untuk memuluskan pengembangan dan rencana produksi jet tempur masa depan Indonesia KFX/IFX.
Meski desain dan rancangan FA-50 hampir sama persis dengan T-50i, namun untuk urusan jeroan, FA-50 jauh lebih komplit dan lethal. Oleh pihak KAI, FA-50 sedari awal memang didapuk untuk memenuhi persayaratan jet tempur ringan di seluruh dunia. KAI juga menyebut, sistem radar yang digunakan FA-50 punya kemampuan deteksi dengan KF-16, alias F-16 Fighting Falcon lansiran Korea selatan. Sebagai informasi, FA-50 menggunakan radar APG-67 buatan Lockheed Martin. Radar ini sejenis yang digunakan pesawat tempur F-20 Tigershark, namun komponen radar di FA-50 dirancang lebih ringan dengan dukungan vendor Elta dari Israel.
Dua awak FA-50 dilengkapi dengan HUD (Head Up Display) dengan wide field, layar dengan teknologi colour multifunction displays (MFD), digital engine instrumentation, Hands On Throttle-And-Stick (HOTAS), integrated seluruh instrument pada front controls dan zero-zero ejection seat dengan teknologi Martin Baker. Untuk kendali penerbangan, sistem tersedia mulai dari digital fly-by-wire, active stick, electrical emergency power unit, digital break-by-wire dan triple redundant electrical system. Ruang kokpit juga sudah didukung On-Board Oxygen Generation Systems (OBOGS). Night Vision Imaging System (NVIS) juga sudah menjadi kelengkapan standar di FA-50 untuk menjamin kelancaran operasi di kegelapan malam.
Racikan sensor di FA-50 bisa dibilang cukup lumayan untuk kelas jet tempur ringan, seperti adanya Inertial Navigation System/Global Positioning System (INS/GPS), integrated mission computer, identification friend or foe (IFF), radar altimeter, multimode radar, store management system, UHF/VHF radio, tactical data link, data transfer and recording system, Radar Warning Receiver (RWR) and Counter Measure Dispensing System (CMDS).
Mengacu ke standar NATO, meka jet tempur ini relatif fleksibel untuk dimuati aneka ragam rudal dan bom. Secara umum FA-50 dapat membawa beban senjata hingga 4,5 ton. Racikan senjatannya tak beda jauh dengan F-16, seperti rudal AIM-9 Sidewinder, AGM-65 Maverick, GBU-38 / B Joint Direct Attack Munitions (JDAM), CBU- 105 Sensor Fused Weapon (SFW), Mk82 Low Drag General Purpose (LDGP) bom, Cluster Bomb Unit (CBU), dan peluncur roket Folding-Fin Aerial Rockets (FFAR) LAU-3. FA-50 juga mengusung kanon internal model Gatling M197 20 mm.
Dirunut dari spesifikasinya, kanon multi laras Vulcan M197 kaliber 20 mm dilengkapi tiga laras putar. Sebelum digunakan oleh T-50i, kanon buatan General Dynamics ini sudah terbilang populer diadopsi oleh helikopter serbu AH-1F Cobra dan Super Cobra. Kanon ini pun bukan kategori senjata kemarin sore. M197 dikembangkan pada awal 1967, rancangan awalnya didasari kebutuhan helikopter serbu AS selama perang Vietnam. Beberapa kalangan berpendapat, kanon kaliber 7,62mm pada gunship kurang memadai untuk misi tembakan ke permukaan.
Nah, bagaimana dengan daya gempur Vulcan M197? Kanon yang punya bobot 66,36 kg ini dapat memuntahkan 750 sampai 1.500 proyektil dalam satu menit. Kecepatan luncur tiap proyektil mencapai 1.050 meter per detik. Untuk jarak tembak efektifnya antara 1.500 sampai 2.000 meter. Jenis amunisi yang bisa dibawa mencakup tipe API (armor piercing incendiary), HEI (high explosive incendiary), HEI-T, dan MPT-SD. Amunisi ditempatkan dalam drum magasin yang berisi 205 peluru.
Dapur pacu FA-50 disokong single engine General Electric F404-GE-102 turbofan. Kinerja mesin dikendalikan oleh dual-channel Full Authority Digital Engine Control (FADEC) system. Selain kapasitas bahan bakar dari tangki internal. Pesawat ini dapat membawa 568 liter bahan bakar tambahan dalam external fuel tank. FA-50 yang pengembangannya melibatkan Lockheed Martin dapat mencapai kecepatan maksimum 1,837.5km/h (Mach 1.5).
Pengganti Hawk 109/209
Cukup menarik melihat spesifikasi FA-50, namun pasti atau tidaknya rencana pengadaan ini belum bisa dikonfirmasi. Terkait hal ini pun, nyatanya tak ‘mengganggu’ proses pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger II, Kemhan tetap memproyeksikan pengadaan first layer jet fighter, sementara FA-50 naga-naganya direncakanan untuk memperkuat second layer jet fighter. Atau bisa juga disebut FA-50 nantinya akan masuk dikelas TT (Tempur Taktis). Dan berbadarkan pengamatan, yang potensial untuk diganti adalah varian jet Hawk 109/209.
Cukup menarik melihat spesifikasi FA-50, namun pasti atau tidaknya rencana pengadaan ini belum bisa dikonfirmasi. Terkait hal ini pun, nyatanya tak ‘mengganggu’ proses pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger II, Kemhan tetap memproyeksikan pengadaan first layer jet fighter, sementara FA-50 naga-naganya direncakanan untuk memperkuat second layer jet fighter. Atau bisa juga disebut FA-50 nantinya akan masuk dikelas TT (Tempur Taktis). Dan berbadarkan pengamatan, yang potensial untuk diganti adalah varian jet Hawk 109/209.
Sampai saat ini memang belum ada kabar tentang rencana memensiunkan Hawk 109/Hawk 209, namun bila ditilkik dari segi usia operasional, Hawk 109/209 pada tahun 2017 telah berdinas selama 20 tahun di Indonesia. Dari segi rentang usia, Hawk 109/209 masih layak operasional hingga tahun 2020 mendatang, apalagi Hawk 209 TNI AU kini tengah mendapat upgrade pada sistem RWR (Radar Warning Receiver). Sebagai pesawat tempur ringan, FA-50 punya panjang 13,4 meter, lebar 9,45 meter, dan tinggi 4,82 meter. Berat kosong FA-50 6,47 ton dan berat kotor maksimum dengan payload mencapai 12,3 ton.
Bila akhirnya benar Indonesia nantinya mengakuisisi FA-50, maka Indonesia menjadi negara kedua pemakai FA-50 setelah Filipina. Filipina diketahui telah melakukan order pembelian 12 unit FA-50 senilai US$450 juta. Lepas dari FA-50, kabar baiknya Kemhan akan melengkapi T-50I Golden Eagle TNI AU dengan sistem radar berikut suku cadangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar